Kehutanan Jepang merupakan salah satu sektor penting yang sering terlupakan dalam percakapan internasional. Padahal, sekitar 70 persen wilayah negara ini tertutup oleh hutan produktif. Di balik lanskap hijau yang luas, Jepang justru mengalami krisis tenaga kerja di sektor kehutanan akibat populasi yang menua dan kurangnya regenerasi.
Di saat yang sama, Indonesia setiap tahun meluluskan ribuan lulusan SMk dan sarjana di bidang kehutanan yang bersemangat mencari pengalaman kerja lintas negara. Artikel ini akan mengulas gambaran umum kehutanan Jepang, kebijakan yang sedang berlangsung, serta peluang kolaborasi yang terbuka lebar bagi talenta kehutanan Indonesia.
Data tentang Kehutanan Jepang
Berdasarkan data dari Forestry Agency Jepang, sekitar 68,4% dari total wilayah Jepang adalah kawasan hutan. Dari total luasan hutan tersebut, sekitar 40% merupakan hutan tanaman industri (artificial forest), dan sisanya merupakan hutan alami yang telah ada sejak ratusan tahun lalu.
Salah satu fakta unik dibalik wilayah kehutanan Jepang yang luas adalah fakta bahwa sebagian besar pengelolaan hutan ini berada di tangan masyarakat lokal dan swasta, bukan milik pemerintah. Ini menjadi karakter unik dibandingkan banyak negara lain di dunia. Meskipun begitu, sebagian besar hutan tanaman industri yang ditanam pasca Perang Dunia II kini sudah memasuki usia tebang. Sayangnya, tingkat pemanfaatannya masih rendah.
Tantangan utama dalam pengelolaan hutan di Jepang adalah kurangnya tenaga kerja di sektor kehutanan. Hal ini dikarenakan jumlah angkatan kerja Jepang yang rendah. Disamping itu, nilai ekonomi dari produk kayu domestik juga rendah. Hal ini diperparah dengan tingginya ketergantungan Jepang terhadap impor kayu dari negara lain.
Kebijakan Pemerintah Jepang
Untuk mengatasi tantangan tersebut, pemerintah Jepang terus mendorong reformasi dan inovasi dalam sektor kehutanan. Salah satunya “Forestry and Forestry Industry Revitalization Plan” yang bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan kayu domestik dan memperkuat ekonomi lokal berbasis kehutanan.
Kebijakan kehutanan Jepang juga selaras dengan target dekarbonisasi nasional. Jepang menargetkan net-zero emission pada tahun 2050, dan hutan memainkan peran penting dalam menyerap emisi karbon. Oleh karena itu, ada peningkatan dukungan terhadap kegiatan penanaman hutan, konservasi, serta teknologi pemantauan berbasis satelit dan digital mapping.
Selain itu, program sertifikasi seperti SGEC (Sustainable Green Ecosystem Council) juga digalakkan untuk menjamin praktik pengelolaan hutan yang lestari dan transparan. Hal ini memberi peluang bagi para pelaku usaha kehutanan global untuk bekerja sama dengan mitra Jepang dalam skema perdagangan karbon dan produk kehutanan berkelanjutan.
Inovasi dan Peluang Kerja
Di balik tantangan yang ada, kehutanan Jepang menyimpan berbagai peluang, khususnya di bidang teknologi, riset, dan investasi hijau. Jepang saat ini sangat terbuka terhadap kolaborasi internasional yang mendukung praktik pengelolaan hutan yang efisien dan ramah lingkungan.
Contohnya, beberapa startup Jepang tengah mengembangkan teknologi drone dan AI untuk memetakan pertumbuhan pohon, mendeteksi penyakit hutan, hingga memperkirakan hasil panen kayu. Teknologi ini menawarkan peluang kolaborasi bagi perusahaan teknologi lingkungan dari negara lain, termasuk Indonesia.
Selain itu, kehutanan Jepang juga menjadi perhatian dalam sektor pariwisata dan pendidikan. Banyak hutan di Jepang kini dijadikan lokasi ekowisata dan program edukasi tentang lingkungan untuk masyarakat lokal dan internasional. Hal ini membuka peluang bagi lembaga riset, LSM, dan institusi pendidikan yang ingin bekerja sama dalam program lintas budaya dan ilmu.
Inisiatif pemerintah Jepang untuk mendorong reformasi dan inovasi dalam sektor kehutanan turut membuka jalan bagi tenaga kerja asing, termasuk dari Indonesia. Pemerintah Jepang membuka banyak peluang kerja di sektor kehutanan melalui berbagai skema visa kerja, salah satunya adalah visa Specified Skilled Worker (SSW). Bagi Anda yang ingin tahu lebih banyak tentang peluang karir di sektor kehutanan Jepang, kunjungi Nosuta.